Kepingan Cantik Misool – Raja Ampat (part 1)

Akhirnya setelah sekian lama memimpikan liburan ke Raja Ampat, kesampaian juga menjelajah surganya para diver. Eits…tapi jangan salah, kecantikan alam di sana bukan hanya untuk para penyelam koq, pemandangan dari atas bukit juga sungguh luar biasa. Mungkin kalau sering melihat iklan pariwisata Raja Ampat, salah satu foto andalan di sana adalah kumpulan gundukan bukit hijau di lautan biru. Jadi bisa dibilang pemandangan di atas dan bawah lautnya sama cantiknya.

Tentang potensi wisata terutama bawah laut Raja Ampat, awalnya diketahui oleh seorang penyelam Belanda, Max Ammer, yang datang pada tahun 1990an untuk mencari rongsokan pesawat terbang milik Belanda eks Perang Dunia II. Saat pencarian itulah, Max menyadari betapa indahnya bawah laut Raja Ampat. Saking jatuh cintanya pada Raja Ampat, Max mendirikan Kri Eco Resort serta Sorido Bay Resort dan memulai usahanya sebagai operator dive dengan nama Papua Diving. Inilah awalnya wisata diving berkembang di Raja Ampat. Max dan istrinya, perempuan asli Indonesia, terus mengembangkan dan mempromosikan pariwisata Raja Ampat sampai ke mata dunia. Max tidak hanya semata mencari keuntungan pribadi, tapi berusaha mengembangkan potensi wisata dan kearifan lokal di wilayah sekitar. Resort yang dibangun benar-benar ramah lingkungan. Hobi menyelam dan kecintaannya terhadap alam, membuatnya benar-benar menjaga keasrian wilayah setempat. Di resortnya pun disajikan makanan lokal, karena Max menyadari, bahwa turis yang datang ingin menikmati kekhasan alam dan budayanya termasuk wisata kulinernya. Banyak penduduk lokal yang diperkerjakan sekaligus dibina demi kemajuan pariwisata, tanpa bermaksud eksploitasi terhadap alam ataupun penduduknya. Sampai saat ini, pengembangannya luar biasa, sudah banyak homestay dan beberapa operator diving milik lokal yang siap menyambut wisatawan di Raja Ampat.

Nama Raja Ampat sendiri mewakili empat pulau utama, yaitu : Waigeo, Batanta, Salawati, Misool. Pengembangan yang Max lakukan mulai tahun 1993 adalah di area Raja Ampat utara, yaitu di Waigeo dan sekitarnya. Maka wilayah Waigeo inilah yang lebih dikenal oleh wisatawan terlebih dahulu ketimbang wilayah lainnya. Baru pada tahun 2006, pulau Misool, memiliki Misool Eco Resort, sehingga Raja Ampat selatan mulai dikenal dan menjadi jujugan wisata juga.

Dari sekian banyak teman yang pernah mendengar sampai kagum terhadap Raja Ampat, selalu saja masih ada yang bingung dan bertanya, dimana sich tepatnya lokasi Raja Ampat. Raja Ampat adalah gugusan pulau yang berada di dekat kepala burung pulau Papua. Dulunya Raja Ampat masuk dalam kabupaten Sorong, propinsi Papua Barat, tapi sejak tahun 2003, Raja Ampat menjadi kabupaten sendiri dengan ibukotanya Waisai di pulau Waigeo. Dan kabarnya dalam waktu dekat, kabupaten Raja Ampat akan dibagi dua, yaitu Raja Ampat utara dan Raja Ampat selatan.

Pertengahan tahun 2014, dapat ajakan dari teman untuk mengunjungi wilayah Misool di akhir tahun. Siapa yang gak ngiler mendengar tawaran tersebut, namun sempat merasa galau, karena saat itu belum bisa diving dan merasa sayang jika sudah ke sana tapi tidak diving. Namun teman menyampaikan bahwa ke Raja Ampat tidak harus diving, karena banyak aktivitas lain yang bisa dilakukan. Alhasil, tentu tawaran tersebut tidak disia-siakan, dan konfirm untuk join. Sembari ada waktu setengah tahun, menyempatkan diri untuk belajar diving, syukur-syukur pas berangkat sudah bisa sekalian nyobain diving di sana.

Dan sampailah pada saat yang berbahagia untuk berangkat berlibur selama seminggu. Ingrid, sebagai putri daerah Sorong asli yang membantu mengatur trip ini (Eits, habis tulisan tentang Raja Ampat ini muncul di media cetak, si Ingrid protes, karena sebenarnya dia bukan asli Sorong / putri daerah seperti yang saya sebut tadi, cuma sudah tinggal lama di Sorong, catet 😀 ). Ingrid berhasil mengumpulkan 20 orang untuk berlibur bersama. Ini dilakukan untuk memaksimalkan kapasitas kapal yang akan kita sewa, supaya biaya patungan lebih murah. Rombongan berasal dari Surabaya, Jakarta bahkan ada seorang teman dari Australia, yang menyempatkan diri ikutan berlibur dengan kami. Meeting point kami adalah di Sorong.

Tidak ada direct flight dari Surabaya ke Sorong, meskipun tiketnya bisa dibeli langsung satu paket, namun ada pilihan transit, yaitu di Makasar dan Manado. Biasanya transit Manado lebih murah ketimbang yang transit di Makasar. Perjalanan lebih kurang 2.5 jam untuk Surabaya – Manado dan 2 jam lagi untuk Manado – Sorong dengan pesawat baling-baling. Paket trip ke Misool ini adalah 4 hari 3 malam, sisanya disiapkan 2 hari untuk perjalanan berangkat dan pulang dari kota asal ke Sorong.

Setibanya di bandara Dominique Eduard Osok, langsung disambut dengan tawaran sopir taxi yang siap mengantar. Kota Sorong tidak terlalu besar, namun dari bandara ke hotel dipatok cukup mahal, yaitu Rp. 100.000,- Kalau bawaan tidak banyak, mending naik ojek dengan kisaran harga Rp. 10.000,- sampai Rp. 15.000,- sekali antar ke lokasi manapun.

Ingrid telah bantu pesankan hotel selama di Sorong. Karena Sorong cukup panas, pilihlah hotel yang ada ACnya, tarifnya kisaran Rp. 300.000,- per malam. Ada yang menarik, semua nama hotel di sana merupakan plesetan, seperti : Je Meridien dari Le Meridien, Sahid Mariat dari JW Marriot, Belagri dari Bellagio dan supermarketnya juga bernama Saga dari merk Sogo.

Setelah tiba di hotel, segera mandi dan bersiap, karena akan dijemput Ingrid bersama teman lain yang sudah tiba duluan di Sorong, untuk makan malam bersama dengan menu papeda di Sunshine Beach. Aha…ini baru namanya kuliner. Disajikan bareng dengan ikah kuah kuning plus rasa lapar dan lelah perjalanan seharian, menjadikan makan malam ini begitu lahap. Tidak terlalu larut, setelah makan, kami segera kembali untuk persiapan berangkat esok pagi.

Day 1

Pukul 7 WIT, sudah bersiap menuju ke pelabuhan Sorong untuk bertemu dengan semua peserta trip. Jaringan pertemananlah yang mempertemukan kami. Seleksi utama peserta adalah tidak boleh rewel dan ribet, karena ini adalah liburan ala backpacker yang di arrange oleh Ingrid, jadi bukan semacam ikutan tour atau sejenisnya. Tidak ada kata manja, yang ada adalah saling membantu. Cobain dech, liburan ala backpacker gini, pasti terasa lebih akrab dari sekedar ikutan tour yang hanya duduk manis dan semuanya serba beres.

Dari Sorong, kami berlayar ke pulau Harapan Jaya, pesisir timur pulau Misool. Di pulau tersebut nantinya kami akan tinggal dan bermalam. Kalau di pulau Misoolnya sendiri, hanya terdapat Misool Eco Resort, dengan budget yang cukup mahal, sedangkan di pulau Harapan Jaya ini penginapannya dikelola oleh penduduk lokal, bapak Harun, dimana lebih menyerupai homestay dengan budget sewa Rp. 300.000 – Rp.500.000 per kepala termasuk 3x makan. Range harga tersebut tergantung dari jenis kamar dan share untuk berapa orang dalam sekamar. Tempat yang kami pilih adalah satu kamar untuk berlima dan sisanya dalam satu aula besar dengan beberapa kamar mandi yang disediakan di luar.

Sesampainya di pulau Harapan jaya, kami langsung menyantap makan siang yang telah disediakan, denga menu utama ikan laut tentunya.

Karena masih siang, setengah hari ini tidak mau kami sia-siakan begitu saja. Setelah makan, kami kembali ke kapal, bersiap untuk menuju ke pulau Lenmakana.

Di sana, kami akan berenang di danau bersama jelly fish alias ubur-ubur yang tidak menyengat. Ternyata ubur-ubur yang tidak menyengat tidak hanya ada Kakaban, Kalimantan. Di daerah Misool ini ada 2 lokasi, yaitu Lenmakana dan Karawapop. Setelah kapal bersandar, kami harus menaiki bukit dan turun kembali untuk tiba di danau. Bukit yang dilewati cukup terjal dengan batu besar, sehingga langkah kaki mesti panjang-panjang dan lumayan menguras energi. Tapi sebanding dengan perjalanannya, setelah 15 menit olahraga otot kaki dan tangan, tiba juga di danau Lenmakana. Untuk berenang dengan ubur-ubur ini, sebaiknya tidak perlu menggunakan fin atau kaki katak dan bergeraklah dengan perlahan, karena tubuhnya yang sangat rentan terhadap tendangan sekecil apapun, dia mudah patah. Semakin ke tengah danau, semakin rapat kumpulan ubur-uburnya. Ada dua jenis ubur-ubur di sana, yang satu berwarna kuning tua dengan model kepala dan tentakelnya, sementara satunya lagi bening transparan menyerupai mangkuk. Sangat menyenangkan bermain-main di sana, sambil mengamati pergerakan mereka menari kesana kemari.

Sebelum gelap, segera kami kembali, karena kami harus melewati bukit dan kembali berlayar ke pulau Harapan Jaya. Setelah mandi dan menyantap makan malam, Ingrid dan beberapa dari kami menyusun rencana untuk penjelajahan kami selama 2 hari ke depan. Ismail, anak pak Harun menyediakan trip diving juga. Tapi sayangnya di pulau ini, hanya tersedia 11 tabung, sehingga dalam sehari hanya bisa 3 orang peserta untuk 3 kali dive dengan didampingi seorang guide. Otomatis selama 2 hari ke depan, total peserta yang bisa diving hanya 6 orang. Akhirnya kami membagi 2 kelompok untuk trip diving dan sisanya akan mengikuti land trip. Kapal besar yang kami sewa dari Sorong akan mengantarkan rombongan besar ke tempat snorkeling dan lainnya, sementara untuk 3 orang yang diving akan disediakan perahu kecil untuk berlayar ke spot-spot diving yang dipilih. Biar adil, kami memutuskan 3 spot diving yang sama selama 2 hari tersebut, sementara rombongan besar akan dibawa ke banyak tempat menarik tentunya. Wah, makin tidak sabar rasanya.

Day 2

Selamat pagi dunia… Begitu cerahnya wajah kami semua pagi ini di pulau Harapan Jaya, menyambut perjalanan panjang di hari kedua. Saya memilih trip diving yang kedua, karena tidak ingin melewatkan destinasi rombongan besar di trip hari ini, dimana salah satu tujuannya adalah ke puncak Harfat, landscape andalan Raja Ampat diambil di sana.

Rombongan besar langsung dibawa berlayar ke Dapunlol. Pulau tersebut awalnya merupakan pulau biasa, sampai akhirnya pak Harun dan keluarganya survey selama setahun dan membuat jalur menuju puncak bukit, yang mana diketahui bahwa di puncak tersebut, mata kita akan bebas memandang hamparan laut biru dengan gundukan bukit hijau yang indah itu. Maka dinamailah tempat tersebut Puncak Harfat Jaya Dapunlol (Harfat = Harun & Fatimah, istri Harun) dan diresmikan pada akhir tahun 2013. Pemandangan di puncak ini mirip dengan Wayag, di Raja Ampat utara.

Setelah kapal berlabuh di pulau berkarang, kita sudah harus bersiap hiking menaiki bukit sampai ke puncaknya. Jalurnya berbatu karang dimana beberapa spot lumayan terjal, namun jalur yang dibuat pak Harun setidaknya sudah memudahkan perjalanan karena diberi tepian tali dan kayu sebagai alat bantu.

Meski waktu masih pukul 9 WIT, tapi matahari seolah sudah sangat menyengat layaknya tengah hari, membuat peluh semakin deras mengucur. Tapi, sekali lagi, perjuangan ini sungguh istimewa hasilnya. Sesampai di puncaknya, kami bisa memandang langsung karya nyata lukisan ciptaan Tuhan. Lautan biru tua dengan gugusan bukit hijau segar menjadi latar kami berpose. Menurut Ismail, pemandangan ini lebih baik dinikmati pagi, karena kalau kesiangan, sinar matahari yang mengenai bukit-bukit itu akan membentuk bayangan hitam di lautan, sehingga kurang cantik untuk difoto.

Meski tidak ada kata puas untuk menatap pemandangan indah itu, kami harus bergegas kembali untuk mengintip keindahan lainnya, yaitu menuju ke gua Keramat.

Kami harus berlayar kembali dan menepi di sebuah dermaga kecil. Bisa dibilang bahwa alam yang terbentuk di sini sungguh unik. Hanya berbatasan dengan karang dan dermaga, air laut terpisahkan dengan air payau di dalam gua.

Kita harus berenang menyusuri gua dalam zona yang cukup gelap. Memasuki mulut gua sambil bergandengan tangan satu sama lain supaya tidak terpisah dari rombongan. Kami benar-benar harus berenang tanpa bantuan ban seperti body rafting. Hanya dilengkapi dengan live jacket untuk membantu mengapung dan senter anti air untuk sedikit memberi cahaya ke dalam gua. Sulit sekali menangkap gambar di dalam, karena cukup gelap. Tapi setelah 50 meter berenang akan tampak mulut gua satunya di ujung dalam pulau.

Cahaya matahari mulai menembus gua. Dan kita akan masuk ke pulau dengan tanaman-tanaman besar menyerupai jaman dinosaurus. Di tengah pulau ini juga ada danau, namun belum pernah yang berani mencoba berenang ke dalamnya, bahkan orang lokal sekalipun. Karena kami pendatang, cukuplah kami mematuhi batas kunjungan sampai ke hutan ini saja sambil beristirahat sejenak. Nah, mengapa gua ini sampai dinamakan gua Keramat ? Karena di mulut gua masuk tadi, terdapat sebuah makam keramat yang masih dipercaya oleh penduduk lokal sebagai tempat keramat untuk berdoa dan memberi sesajen. Bagi pengunjung wanita yang berhalangan, dilarang mendekat ke arah makam, dan sebaiknya berenang memasuki gua pun menggunakan pakaian yang sopan, berlengan dan celana selutut, karena area tersebut sampai saat ini masih digunakan sebagai tempat doa.

Destinasi berikutnya adalah menuju sebuah pulau untuk snorkeling dan menikmati pantai berpasir putih sambil makan siang.

Tidak jauh dari pantai, sudah melihat deretan terumbu karang yang masih rapat dengan dihiasi ikan kecil-kecil warna-warni. Jadi membayangkan teman-teman yang diving hari ini, apa kabar mereka ya ?

Menjelang gelap kami sudah harus kembali ke pulau Harapan Jaya. Dan pak Harun malam ini menawarkan night dive, yaitu aktivitas diving yang dilakukan malam hari untuk melihat hewan malam di bawah laut. Karena ada beberapa hewan yang muncul dan beraktivitas di malam hari. Kadang juga bisa melihat karang lebih berwarna terkena pantulan cahaya senter dengan sekeliling lain gelap. Hal seperti ini yang kami cari. Karena night dive hanya sekali turun, sehingga jumlah tabungnya cukup untuk kami berenam sekaligus bisa langsung turun bersamaan. Setelah mengganjal perut dengan sedikit makanan, kami bersiap untuk diving, dengan spot tidak jauh dari dermaga pulau Harapan Jaya.

Malam ini arus cukup tenang. Mata mulai jelalatan, melihat dan menikmati kepiting, nudi branch bergelayut manja di karang dengan warnanya yang istimewa sambil dikerubuti teman lain untuk difoto. Saya cuma bisa ngiler karena keterbatasan perlengkapan kamera yang belum mampu menangkap sempurna moment-moment malam seperti itu.

bersambung http://fifinmaidarina.com/kepingan-cantik-misool-raja-ampat-part-2/

 

Ringkasan budget :

  • airport tax Surabaya : Rp. 75.000,-
  • airport tax Sorong : Rp. 11.000,-
  • ojek : Rp. 50.000,-
  • Hotel di Sorong untuk 2 malam ; Rp. 300.000,- / orang ( 1 kamar berdua)
  • Budget untuk makan selama di Sorong : Rp. 200.000,-
  • Sewa kapal = Rp. 2 juta / orang untuk 4 hari 3 malam
  • Homestay di pulau Harapan Jaya include 3 x makan sehari : Rp. 300.000,- x 3 = Rp. 900.000,-
  • Jika diving : sewa kapal Rp. 850.000,- + diving 3 x = Rp. 1.650.000,-

Total biaya trip tanpa tiket pesawat

  • tanpa diving : Rp. 3.500.000,-
  • dengan diving : Rp. 5.150.000,-

Pesawat Surabaya – Sorong PP : Rp. 4 juta – Rp. 5 juta (fluktuatif)

 

Tips perlengkapan yang dibawa :

  • Baju tipis, sehingga mudah dikeringkan jika basah
  • Baju renang untuk snorkeling
  • Masker, snorkel, fin (bisa sewa di pulau Harapan Jaya)
  • Wetsuit jika ingin diving dan perlengkapan diving
  • Minyak sereh atau olesan sejenis untuk menghindari nyamuk
  • Sepatu atau sandal gunung yang nyaman untuk aktivitas hiking (tidak disarankan sandal, karena karang tajam dan cukup licin)
  • Uang cash selama di pulau Harapan Jaya, karena belum ada ATM (Bisa disiapkan di Sorong, karena ATM di Sorong lengkap)
  • kalau takut kelaparan, bawa snack yang banyak, karena tidak banyak warung di pulau Harapan Jaya

based on our journey on 26 – 31 Dec 2014

has published :

  • Harian Surya: 8, 15, 22 March 2015
  • Tribun Jateng: 12 & 19 March 2015

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *