Cuci Mata di Bukit Lincing & Bukit Kuneer

Sejak pandemi Covid-19 yang terjadi awal 2020, semua aktivitas serba terbatas. Termasuk pariwisata. Banyak tempat yang ditutup. Akses perjalanan jadi lebih sulit dan mahal.

Kalau biasanya bisa main jauh, blusukan ke seluruh pelosok Indonesia, kondisi seperti saat ini, saatnya menikmati keindahan yang ada di sekitar area tempat tinggal. Banyak tempat menarik yang bisa dicicipi, untuk mengobati rindu kepada alam. Apalagi di Jawa Timur ini, banyak sekali gunung yang dikelilingi perbukitan cantik, yang bisa digunakan untuk cuci mata dan nanjak tipis-tipis.

Kawasan gunung Arjuno misalnya. Banyak bukit pendek yang menawarkan pemandangan yang tak kalah menariknya, yang patut untuk dicoba. Salah satunya adalah Bukit Lincing. Bukit ini terletak di atas Pos II dari jalur pendakian gunung Arjuno via Lawang. Nah di dekat sana, juga ada Bukit Kuneer. Jadi sekalian saja bisa jadi paket cuci mata dalam sehari.

Akses Menuju Bukit Lincing

Kalau bawa kendaraan roda empat, bisa parkir di area Rollaas Hotel and Resort, Wonosari, kemudian lanjut dengan jalan kaki. Akses jalannya masih makadam dan cukup sempit, berbatasan dengan area perkebunan teh. Memungkinkan jika menggunakan mobil 4×4.

Kalau bawa motor, pengunjung bisa memperpendek jarak langkah sampai perbatasan antara kebun teh dan hutan. Tapi bersiap dengan gronjalan batu kecil yang terhampar sepanjang lorong perkebunan teh tersebut. Kalau tidak yakin dengan kondisi kendaraan, saatnya jalan tipis-tipis, sambil menghirup udara segar pagi hari.

Ikuti terus jalur makadam sepanjang perkebunan teh, sampai ke batas akhir perkebunan, Ditandai dengan sebuah gubuk dan palang pembatas. Sebelum memasuki batas tersebut, akan tampak penanda jalan ke arah Bukit Kuneer. Tapi, bukit Lincing harus diselamatkan sebagai agenda pagi hari, supaya pemandangan mewah yang akan dinikmati tidak tertutup kabut. Di musim apapun, biasanya kabut akan segera turun saat hari menjelang siang. Bahkan, Bukit Lincing ini merupakan tempat terbaik untuk menikmati matahari terbit di kisaran pukul enam atau tujuh pagi. Jadi sebaiknya datang sepagi mungkin.

Dari gerbang perbatasan, jalanan akan terasa mulai nanjak, dengan hutan rapat. Medannya sudah bervariasi dengan bebatuan besar. Rasakan jantung berdegup kencang, tapi tidak panjang.

Pager Watu

Di depan tampak bentangan area datar yang cukup luas. Sebelah kiri ada sebuah warung, sebelah kanan ada hiasan dari anyaman bambu. Dibaliknya anyaman tersebut, ada deretan batu besar berwarna hitam, seolah menjadi pagar alam yang menarik. Bukit Pager Watu namanya.

Bendera merah putih berkibar di ujung deretan bebatuan tersebut. Jika berdiri di atas batu paling ujung, bersanding dengan bendera tersebut, akan terpampang Puncak Ogal Agil Gunung Arjuno dan gundukan bukit Lincing yang gagah menawan, sementara di belakang tampak samar puncak Mahameru.

Dari sini saja, kemewahan alam sudah tampak luar biasa. Lebih kurang satu jam perjalanan untuk menuju titik ini dari area Rollas.

Nanjak Tipis-Tipis ke Bukit Lincing

Dari bebatuan ini pula, sudah tampak jalur pendakian ke arah bukit lincing. Garis kecil dan lurus, berwarna coklat, terlihat membelah nanjak di antara gundukan hijau perbukitan. Sempat keder di awal, karena niatnya cuma jalan-jalan santai, bukan melakukan pendakian. Tapi tanggung juga, sudah sampai di sini, apa salahnya dicoba.

Dari deretan Pager Watu, sedikit turun kemudian melipir ke arah kanan, sampai ada pertigaan. Ambil ke arah kiri sampai tampak ada Pos II – Pos Alang-Alang. Ada sebuah gubuk sederhana sebagai tempat istirahat untuk para pendaki.

Ada papan penunjuk. Ke kiri adalah ke arah savana, jalur pendakian menuju ke puncak Arjuno. Ke kanan adalah menuju puncak, jalur alternatif menuju puncak Ogal-Agil, dengan melewati gundukan-gundukan bukit Lincing tersebut. Mereka menyebutnya jalur Lincing.

Ada beberapa gundukan di area perbukitan Lincing tersebut. Paling tinggi adalah sampai Puncak Lincing III. Tapi sekali lagi, karena tadi niatnya jalan-jalan santai, dan tidak membawa banyak perbekalan dan persiapan mendaki, sehingga tidak melanjutkan sampai ke bukit-bukit berikutnya. Dicukupkan sampai Puncak Lincing pertama saja.

Pendakian tipis-tipis dengan jalur membelah alang-alang. Jalanan mulai terasa terus menanjak.  Medan didominasi oleh tanah dan bebatuan besar. Jika susah melewati batuan besar, bisa gunakan jalur air, cekungan kecil di antara bebatuan tersebut.

Bunyi nafas yang berburu dengan langkah, lelah, namun hal seperti ini juga yang dirindukan. Saatnya berdiam sejenak, dan menolehlah ke sisi kiri saat naik. Terbentang pemandangan warna-warni. Mulai dari ilalang yang mulai menguning di bulan Agustus ini. Kemudian deretan pohon rimbun dengan warna hijau tua pekat. Kembali ke deretan ilalang yang luas membentuk savana dengan warna kecoklatan. Tampak warung di bawah beratap putih kecil. Berikutnya adalah gunudukan perbukitan dan area hijau tak terbatas.

Perjalanan lebih kurang tiga puluh menit untuk tiba di puncak pertama ini. Dijamin tidak akan menyesal untuk ngos-ngosan, dengan pemandangan semewah ini.

Puncak Lincing yang pertama berupa area luas, dengan beberapa pohon edelweiss tumbuh dan menghiasi. Ketinggiannya sudah mencapai 1.860 mdpl. Puas-puaskan menikmati dan foto sejenak di sini. Sayangnya tidak membawa kompor untuk menyeduh kopi. Tak apalah, pulang bisa mampir ke warung sekalian ngobrol dengan bapaknya.

Agak kesiangan, tiba di puncak ini, pukul sembilan pagi, sehingga semburat jingga sudah tidak tampak. Sedikit siang lagi, pemandangan mewah ini akan mulai tertutup kabut perlahan. Jadi memang usahakan untuk tiba sepagi mungkin.

Saatnya turun, karena masih ada agenda kedua, menuju Bukit Kunner. Mampir dulu ke warung. Eh, tapi sekitaran warung, terdapat hamparan ilalang yang cukup tinggi, dengan berwana kuning keemasan tertimpa cahaya, sangat cantik untuk dijadikan spot foto alami. Berhenti sejenak, saatnya jeprat-jepret lagi.

Masuk warung, pesan kopi pahit dan teh segar. Tidak ada es, meski dahaga ini ingin dipuaskan dengan sesuatu yang dingin. “Di sini sudah dingin airnya,” katanya bapak.

“Selain pendaki, banyak motor trail yang main-main sampai batas ini,” katanya usai menyeduhkan kopi. “Orang kota pasti senang banget lihat pemandangan dan foto-foto di sini,” tambahnya.

Sehari-hari bapaknya bisa naik motor sampai titik warung ini. Motor biasa, tapi bukan yang matic. Kalau mau coba tantangan mengendarai sampai sini, boleh saja. Tapi bersiap deretan batu besar manghadang di jalur terakhir sebelum titik ini.

Bukit Kuneer

Nah, setelah puas dengan spot pertama, saatnya mencicipi spot kedua, Bukit Kuneer. Kembali ke arah turun, dengan jalur yang sama. Sebelum tiba di Rollas, akan tampak tulisan Bukit Kuneer, seperti saat di awal perjalanan tadi.

Tiket masuknya Rp.10.000,- per orang. Kawasan wisata ini masih masuk dalam kawasan PTPN XII. Deretan rapi perkebunan teh menghiasi area wisata seluas 1.444 hektar.

Saat datang, sedang dilakukan beberapa renovasi dan penggantian di beberapa titik. Tapi salah satu yang paling menarik adalah jembatan panjang yang terbuat dari kayu, melintang area perkebunan teh tersebut. Kayu-kayunya masih tampak baru, habis diganti. Coklatnya masih cerah, belum tampak lapuk dan tua.

Beberapa tempat duduk tinggi yang nempel di pohon, juga menjadi spot untuk istirahat menikmati pemandangan ini.

Istirahatkan mata dengan menu serba hijau ini. Udara terbuka dengan semilir angin yang terasa sejuk segar. Sehatkan jiwa, sehatkan raga.

based on my journey on 1 Aug 2021

 

Has published : Harian Surya, 13 Agustus 2021

Spread the love

4 thoughts on “Cuci Mata di Bukit Lincing & Bukit Kuneer”

    1. iya, di area Malang… pas naik, cuma papasan satu rombongan yang turun dan satu lagi sedang pasang tenda… masih mayan sepi, belum jadi bukit sejuta umat, hehehe

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *