Karena ada perubahan rencana, maka ada jadwal semalam yang bolong, belum sempat pesan hotel. Jadi usai menyelam, aku bertugas keliling sepanjang lorong jalanan untuk survey penginapan. Pokoknya yang murah, begitu pesan mereka.
Ada satu penginapan yang masuk budget. Aku dibawa naik ke lantai dua, untuk ditunjuki kamarnya. Aksesnya melalui tangga melingkar, yang langsung tertuju ke kamar tersebut. Bernuansa etnik, dengan pintu berat jaman dulu, lemari tua. Menarik menurutku. Kamar sejenis ada di lantai tiga, melalui jalur yang sama. Aku malas cek, pasti serupa. Kamar-kamar lain yang bergaya modern di sebelahnya sudah penuh.
Setelah deal, dan kubayar, kupanggil teman-teman. Kami berlima, sebagian di lantai dua, aku di lantai tiga. Ah, kamarku lebih luas rupanya. Bahkan ada satu ruangan kosong menyerupai gudang, ada di dalam kamar tersebut. Tidak berpikir aneh-aneh, apalagi karena capek, jadi usai mandi aku langsung tertidur pulas.
Besoknya, usai packing, kami berjalan kembali ke dive center untuk mengambil peralatan. Salah satu staf bertanya, jadi menginap di hotel itu? Aku mengiyakan.
Eh, temenku yang tidur di lantai dua langsung nyerocos. Semalam dia mindahin lemari dan meja rias. Menurut kepercayaan orang Tionghoa, tidak baik jika ada kaca menghadap langsung ke ranjang, maka dia pindahkan. Nah, pagi-pagi, ada koin Ringgit tergeletak di meja rias tersebut. Belum lagi, menjelang tidur, pipinya serasa ditowel-towel. Padahal teman lain tidak ada yang usil.
Eh, mbak staf langsung ketawa. Dari semalam saat dia tahu kami akan menginap di sana, sengaja dibiarkan, padahal dia tahu bahwa tiga bulan lalu, habis ada yang bunuh diri di hotel tersebut.
Aku langsung browsing, dan benar, seorang tamu bule ditemukan bunuh diri. Tapi, bukan di kamar tempat kami menginap koq. Bisa jadi penunggunya yang ngajakin bunuh diri, ehhh…
Tapi, apapun itu, aku cuma komen, minta murah, koq mau tenang
BTS my journey – series 27