Salah satu tujuan utama mendatangi kawasan Bromo tentunya adalah menikmati matahari terbit menembus lautan awan yang menyelimuti deretan komplek gunung. Kalau zaman dulu, Penanjakan penuh sesak dengan lautan manusia, berebut pemandangan eksotis sejak subuh. Sekarang sudah banyak spot dibuat untuk menikmati hal tersebut. Ada Seruni, Bukit Kingkong, Bukit Cinta dan masih banyak lagi yang bermunculan akhir-akhir ini.
Sesekali mencuri dengar wisatawan yang datang, mereka bingung gunung apa saja yang terpampang di depan mata. Yang puncaknya terpotong, itulah Gunung Bromo. Tengahnya merupakan lubang kawah yang masih aktif mengepulkan asap hingga saat ini. Yang bentuknya utuh sempurna, tak kalah tinggi dengan Bromo adalah Gunung Batok. Sementara yang menjulang tinggi di belakangnya adalah Gunung Semeru. Satu lagi, deretan memanjang di sisi kanan adalah Gunung Widodaren.
Dalam rangkaian perjalanan berikutnya, setelah melihat dari ketinggian deretan gunung tersebut, wisatawan akan turun ke lautan pasir untuk mendaki puncak Bromo. Jarang sekali ada yang menyentuh Gunung Batok. Seringkali gundukan bukit yang begitu rapi dengan guratan eksotis itu hanya menjadi latar belakang foto ketika berada di sekitaran lautan pasir.
Bikin penasaran. Ketika bertanya pada penduduk lokal, treknya hanya butuh dua jam saja untuk sampai ke puncak. Kalau sudah biasa naik gunung, katanya 45 menit saja. Bisa tektok (perjalanan pulang pergi langsung tanpa menginap). Dan memang disarankan untuk tidak bermalam membangun tenda, karena medannya tidak memungkinkan, sementara puncaknya terlalu terbuka sehingga rawan dengan angin.
Legenda Gunung Batok
Selain penasaran dengan jalur pendakian dan pemandangan sekeliling dari puncaknya, tak lengkap kalau tidak cari tahu tentang legenda yang ada. Ternyata, batok itu adalah tempurung kelapa yang dilemparkan oleh Resi Bima saat marah, kemudian lama-lama membesar membentuk gunung.
Ceritanya, zaman dahulu hiduplah Rara Anteng, putri salah satu selir raja Majapahit, yang sangat cantik jelita. Dia menaruh hati pada Jaka Seger, putra seorang brahmana yang rupawan. Kisah cinta mereka tidak berjalan mulus, ketika hadir Resi Bima yang ingin meminang Rara Anteng. Kalau Rara Anteng menolak, seluruh desa bisa dihancurkan.
Rara Anteng akhirnya menyetujui dengan memberikan syarat. Resi Bima harus bisa membuat lautan yang berada tepat di puncak Gunung Bromo hanya dalam satu malam. Dengan bantuan penghuni gunung Bromo, Resi Bima berubah menjadi raksasa dan mulai mengeruk lahan datar dengan menggunakan tempurung kelapa.
Untuk menggagalkan hal tersebut, Rara Anteng meminta bantuan para perempuan untuk menumbuk lesung dan para pria untuk menyalakan api dari ilalang kering agar tampak seperti fajar dan ayam pun berkokok, berbunyi bersahutan. Mirip seperti kisah Roro Jonggrang ya, hehehe…
Melihat fajar menyingsing, sang raksasa pun kecewa karena gagal mendapatkan Rara Anteng. Saking kesalnya, tempurung kelapa itu dilemparkannya begitu saja. Tempurung itu terhempas dan jatuh tengkurap di atas tanah. Tanpa disangka, tempurung itu membesar dan menjelma menjadi gunung Batok. Sedangkan, lautan yang belum selesai dan tidak berair itu disebut Segoro Wedi.
Pendakian ke Gunung Batok
Pergi di musim penghujan bulan Oktober 2022 memang bikin was-was. Bisa jadi hujan seharian, bisa juga sore baru turun hujan. Syukurlah, keberuntungan menyertai. Seharian cuaca cerah. Panas menyengat malah.
Tidak ada plang khusus sebagai penanda jalur. Bergerak mendekat ke warung di dekat bangunan toilet kaki Bromo dan bertanya kepada ibu penjual warung. Ternyata jalan masuknya ada di dekat warung tersebut. Jalurnya sudah ada. Treknya adalah naik ke salah satu guratan, yang kalau difoto tampak eksotis itu. Wah sepertinya harus bersiap dengan tanjakan sejak awal.
Jalurnya didominasi dengan bebatuan dan pasir. Tidak lebar. Kiri kanan semak belukar yang lumayan rapat, karena memang jarang ada yang mendaki. Sesekali harus melewati jalur sempit yang diapit bebatuan. Paling keren tapi ngeri sedap adalah saat melewati jalur tipis dengan lereng curam di sisi kiri kanan.
Di tengah perjalanan, sempat noleh ke belakang. Mulai tampak pura di bawah bagai titik-titik kecil di tengah lautan pasir. Di sisi kiri, tangga Bromo pun tampak seperti garis dari kejauhan.
Hampir keseluruhan medannya nanjak. Tak jarang lutut ketemu dengan dahi. Ada bonus datar sedikit lah. Tidak ada lahan luas selama jalur pendakian, sehingga memang tidak memungkinkan mendirikan tenda.
Satu jam perjalanan sambil foto-foto, akhirnya sampai juga di puncak. Lahan luas, tanpa penanda apa-apa. Di seberang membentang kawah Bromo. Tampak begitu besar dan serasa dekat. Sungguh memesona. Puncak Gunung Batok ini berada di ketinggian 2.440 mdpl, sedikit lebih tinggi dari puncak Bromo yang berada di 2.329 mdpl.
Selama perjalanan tidak berpapasan sama sekali dengan pendaki lain. Sampai puncak pun sepi. Apalagi penjaja makanan. Jadi kalau mau naik ke Gunung Batok, bawalah bekal minuman dan cemilan sendiri. Bisa beli di warung bawah sebelum pendakian. Dan, jangan lupa bawa pulang kembali sampahnya ya. Selamat mengintip Bromo dari sisi yang berbeda.
based on our journey on Oktober 2022
Has published : Harian Surya, 12 Maret 2022
ini tanahnya didominasi oleh pasir ya?
yup… pasir dan berbatu…
ini videonya https://youtu.be/J21QIiHEh9g
Wih keren sekali, bisa sampai puncak Gunung Batok TNBTS.
Artikel yang sangat menginspirasi.
Ayo Jelajahi Keindahan Wisata di Jawa Timur dan indonesia
terima kasih… lanjut baca artikel-artikel berikutnya ya 🙂
I feel this is among the such a lot important info for me.
And i am glad reading your article. However wanna commentary on few normal
things, The website taste is ideal, the articles
is in point of fact nice : D. Just right task, cheers
Feel free to surf to my blog :: “http://kvartirazhkmalosemejka.ru