Pergi sekaligus dengan dua geng ke satu destinasi wisata. Rombongan pertama sudah sampai di lokasi. Pengin ikutan foto-foto, tapi kameraku ada di rombongan kedua. Maklum, ini perjalanan menembus pulau, dimana kecepatan langkah tidak akan sama.
Menjelang sore, akhirnya kameraku tiba. Saatnya foto-foto. Cekrek pertama, aku berdiri di lubang karang. Di depannya tampak tonjolan karang yang menjorok ke arah lautan, membuatku tertarik untuk berdiri di sana. Bergeserlah aku. Yang motret, ikutan geser mendekat, berdiri di lubang karang.
Usai jeprat jepret, pas aku noleh, tampak gulungan ombak setinggi 8 meter bergerak ke arahku. Reflek, aku cuma bisa diam sambil berpegangan erat pada karang. Saat ombak menghantam, kakiku terhempas, menabrak karang. Untung tanganku cukup kuat untuk tetap berpegangan. Tak lama, ombak kedua, datang lagi.
Usai ombak ketiga, aku mencoba mengambil jeda waktu tersebut, untuk bergeser perlahan. Saat ombak datang lagi, aku harus bersiap, untuk pegangan dan diam di tempat. Begitu seterusnya, sampai aku lolos kembali ke lubang karang.
Itulah pertama kali merasakan tergulung ombak yang begitu dahsyat. Kalau pegangan terlepas, amblas sudah, apalagi itu laut selatan.
Kembali dengan kaki lecet semua. Penduduk lokal bilang, kalau sore, laut pasang, maka air lautnya bisa masuk menembus lubang karang tersebut. Makanya ada laguna di dekat lubang.
Yang motret cuma bilang, “Untung dilepeh ama Nyai. Ngrepoti soale.”