Ceritanya, berawal dari keinginan untuk lihat orang utan di habitatnya langsung. Pas cari info, malah dapat paket river cruise, menyusuri sungai, menginap di kapal, dan bisa melihat orang utan. Paket menarik nech!
Orang Utan
Orang utan merupakan salah satu hewan khas Indonesia. Hidup di hutan tropis Sumatra dan Kalimantan. Namun, keberadaaanya semakin langka karena habitatnya yang semakin sempit. Kawasan hutan yang menjadi tempat tinggalnya telah banyak berubah menjadi lahan bagi kelapa sawit dan pertambangan. Tak jarang pula orang utan dilukai bahkan sampai dibunuh oleh petani atau pemilik lahan. Perburuan orang utan juga masih saja ada untuk dijual dalam perdagangan hewan ilegal.
Kondisi ini mengusik beberapa organisasi sosial untuk orang utan, terutama dari luar negeri. Mereka menyumbang dana bahkan datang ke Indonesia untuk program rehabilitasi dan melakukan pemulihan. Orang utan yang terluka atau kehilangan induk akan dirawat di area hutan sekunder dan ketika dirasa siap akan perlahan dikembalikan ke habitat aslinya di hutan primer.
Salah satu area konservasi orang utan ada di Kalimantan, Balai Taman Nasional Tanjung Puting. Selain sebagai tempat perlindungan bagi orang utan, kawasan ini terbuka untuk dikunjungi sehingga para turis bisa melihat tingkah polah orang utan di area hutan sekunder tersebut. Kebanyakan tamu yang datang malah dari luar negeri, yang sangat bersimpati terhadap keberadaaan orang utan.
Jadi… ternyata bukan melihat orang utan di habitatnya langsung ya, tapi di hutan sekunder, tempat mereka direhabilitasi.
River Cruise bersama Princess Kumai
Untuk bisa menuju ke area konservasi tersebut, pengunjung akan merasakan suasana dan pengalaman yang berbeda dengan menikmati river cruise atau menyusuri Sungai Sekonyer dengan menggunakan kapal klotok. Beberapa pilihan pun ditawarkan, Ada paket tur sehari, tetapi ada juga paket menginap di atas kapal.
Selain melihat orang utan sebagai tujuan utama, paket menginap di atas kapal klotok juga menarik, sehingga kuambil paket 3 hari 2 malam river cruise dengan Princess Kumai. Dari Surabaya terbang ke Pangkalan Bun. Pihak tur akan menjemput langsung di bandara menuju ke pelabuhan Teluk Kumai. Perjalanan sekitar setengah jam saja dari bandara, sehingga bisa ambil jadwal penerbangan paling pagi dari kota asal dan langsung menikmati river cruise di hari itu juga.
Kapal yang digunakan untuk river cruise ini sangatlah mewah, seperti layaknya hotel berjalan. Menaiki tangga kapal, langsung dihadapkan pada meja makan kayu besar, yang cukup menampung sampai delapan orang. Di dekat tangga telah disediakan rak untuk alas kaki, sehingga tidak mengotori lantai kapal.
Kursi rotan, bantalan duduk dan tempat tidur ada di samping meja makan, menghadap ke ujung depan kapal sehingga para tamu bisa langsung menikmati pemandangan sungai Sekonyer.
Princess Kumai mulai melaju. Menyeberangi lautan, sesaat kemudian memasuki lorong sungai Sekonyer. Deretan pohon sawit mengisi sisi kiri kanan sungai. Semakin ke dalam, mulai berganti dengan mangrove dan pohon lebat serba hijau.
Sungai yang dilalui begitu jernih. Pantulan warna hijau mendominasi. Namun jangan kaget jika melihat area air yang berwarna hitam pekat. Airnya tetap jernih. Warna tersebut berasal dari akar pohon pada rawa gambut yang terendam, sehingga melunturkan warnanya menjadi hitam.
Setelah terpesona dengan pemandangan sekitar, saatnya berkeliling melihat isi kapal. Selain tempat tidur di bagian atas, juga disediakan kamar di bawah, buat para tamu yang tidak terbiasa tidur dengan udara terbuka. Tidak perlu khawatir dengan toilet, karena kapal ini dilengkapi kamar mandi dengan air bersih.
Bantalan duduk memanjang menemani hammock, menjadi sudut santai di area belakang kapal. Menurut awak kapal, susunan dan dekorasi ruangan kapal bisa berubah-ubah, disesuaikan dengan jumlah tamu. Mereka akan menata sedemikian rupa sehingga nyaman dan tetap cantik untuk difoto.
Menjumpai Orang Utan
Untuk paket tiga hari dua malam, kita bisa mengunjungi tiga camp untuk melihat orang utan saat feeding time, yaitu Camp Tanjung Harapan, Camp Tangguy dan Camp Leakey. Masing-masing punya jam feeding yang berbeda, sehingga guide akan menyesuaikan dengan jadwal trip kita.
Setiap kunjungan ke camp, pengunjung akan turun ke darat, jalan kaki memasuki hutan. Jalur masuknya sudah tertata rapi seperti jembatan kayu. Namun, bagian dalam masih berupa tanah dan banyak akar pohon besar yang melintang, sehingga disarankan untuk memakai sepatu agar lebih nyaman.
Masing-masing camp memiliki semacam panggung tempat feeding para orang utan. Mereka akan dibawakan buah pisang yang sangat banyak, dan kemudian dipanggil.
Para orang utan akan bermunculan. Di sanalah para tamu bisa melihat tingkah polah mereka. Biasanya saat feeding ini, digunakan para ranger untuk mengecek dan mengabsen keberadaan orang utan di masing-masing area.
Eh ternyata, pisang bukanlah makanan utama mereka, hanya sebagai pelengkap saja. Seperti snack time buat orang utan. Makanan utama mereka adalah buah-buahan dari hutan. Para tamu akan jadi kurang beruntung jika hutan sedang musim buah, sehingga orang utan sudah merasa tidak perlu dessert pisang lagi. “Panggung pertunjukan” bisa jadi sepi.
Orang utan memiliki tinggi sekitar 1 – 1,5 meter, dengan berat mencapai 50-100 kg. Orang utan jantan akan jauh lebih besar daripada betina. Tubuh orang utan diselimuti rambut merah kecoklatan. Pada orang utan jantan, akan tumbuh pelipis di kedua sisi dan ubun-ubun yang besar. Dari bentuk wajah dan warna rambut inilah, biasanya para ranger mengenali nama mereka. Orang utan adalah hewan arboreal, artinya ia hidup atau beraktivitas di atas pohon. Hal ini berbeda dengan kera besar lainnya, seperti gorila dan simpanse.
Dimanjakan di Atas Kapal
Sepulang dari hutan, di meja makan telah tersedia makanan ringan dan minuman segar. Rupanya mereka juga menyiapkan juru masak, yang siap melayani para tamu dengan menu ala resto. Bahkan mengalir tiada henti.
Saat sedang menikmati jus segar, ternyata guide yang ikut mengantar ke hutan tadi sibuk membersihkan sepatu-sepatu kami. Wah, benar-benar istimewa.
Eits, pasti banyak yang ingin komen, “Mahal ya”. Tentu hal tersebut relatif, terlebih jika mendapatkan pelayanan dan kenyamanan yang malah melebihi ekspektasi. Dan untuk jenis liburan seperti ini, semakin banyak peserta, maka akan semakin murah biaya patungannya.
Nah, selain model private cruise seperti ini, beberapa operator tur juga menyediakan open trip sehari, dimana jumlah peserta bisa dimaksimalkan, tanpa perlu menyiapkan tempat tidur yang tentunya akan memakan tempat. Jatuhnya jauh lebih murah.
Namun, sungguh sayang jika tidak menginap. Karena ada bonus pemandangan istimewa di malam hari. Ratusan kunang-kunang akan menari di atas pohon nipah ditemani taburan bintang di atasnya.
Di akhir perjalanan river cruise ini, saya sempat mampir ke Camp Pesalat, camp khusus untuk reforestation. Selain organisasi sosial untuk orang utan, ada juga organisasi sosial untuk mengembalikan isi hutan dengan reboisasi hutan atau reforestation. Salah satu penggeraknya adalah Pak Ledan.
Beliau sudah mengabdi di area hutan Pesalat selama belasan tahun untuk menyiapkan bibit dan menanam pohon. Para tamu yang berkunjung, juga diberi kesempatan untuk menanam di sana. Salah satu pohon favorit orang utan adalah Nyatuh (atau nyatoh).
Yuks, mampir ke Tanjung Puting. Selain wisata dan melihat orang utan, secara tidak langsung, kita turut mengkampanyekan untuk menjaga hutan Indonesia dan endemik khas kita, orang utan.
Save the forest. Save orang utan.
based on our journey on 10 – 12 May 2018
Has published : Harian Surya, 3 Juni 2018
Good post.
menarik…
Menarik..